4 Nov 2014 | By: Unknown

Dalam Sunyi Rowo Cangak

Doc Pribadi

Hari ini ketika orang-orang meneriakkan panas di status facebook, begitu pula yang aku rasa. Melihat bensin ditangki motor yang cukup untuk pergi dan pulang ke Rowo Cangak, aku mulai mempersiapkan diri untuk berangkat kesana.Hanya untuk sekedar membaca buku dalam rindang pepohonan dan ditemani semilir angin.

Waktu yang sama dengan aku yang lagi sumpek, sumpek tentang urusan pekerjaan dan bunyi bising dari kipas angin yang tanpa henti berputar diruang kotak berukuran 3 X 2,5 meter.Ya. Kamarku.
Aku berangkat dari rumah Jambearum jam setengah tiga sore, berbekal uang Rp.25.000 untuk keperluan yang tidak terduga dijalan.

Kamera, Buku, Tripod, dan Air sudah masuk dalam tas punggung merek Rei yang aku punya.

Langit lagi bagus hari ini, ada awan yang berjalan ditengah biru langit dan hijau tanaman di bumi, namun tidak semua hijau pastinya. Aku melewati jalanan berbatu kapur hasil tambang Gunung Sadeng, berjalan ditengah sawah yang banyak petani memaneh tanaman jagung miliknya. Adapula yang sedang berpanas-panasan mencetak bata dari tanah liat samping jalan dengan menutup wajahnya dengan kaos yang sudah usang.

Lalu melewati jembatan tua Sungai Bedadung. Jembatan ini terbagi atas dua bagian, bagian yang besar sebagai tempat kereta lori lewat, sedangkan jalan yang hanya selebar becak untuk pejalan kaki dan sepeda (motor). Aku yang melihat anak-anak dibawah jembatan menyempatkan diri untuk turun sembari memotret moment itu. Aku sudah lama tidak mengabadikan moment-moment kecil semenjak kamera yang aku punya aku gadaikan kesalah satu teman baik ku.

Saat aku melanjutkan perjalanan, aku bertemu dengan Pak Mantri.Beliau bukan juru suntik, namun Mantri memang nama yang diberikan orang tuanya. Pak Mantri ini langganan aku ketika aku masih menjadi sales makanan ringan, beliau ini memiliki toko kelontong yang sederhana, tapi sekarang lagi diperbesar.

Sesampai di Rowo Cangak aku menyempatkan untuk memotret beberapa hal terlebih dahulu, termasuk narsis seperti di foto. Kemudian aku merapikan pralatan dan menikmati suasana sembari membaca. Lima belas menit berlalu dengan sepi dan semilir angin, aku dikejutkan oleh suara berisik dari pungungan di depanku. Punggungan yang sudah masuk dalam kawasan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) ini berada disebrang rawa, suara berisik itu berasal dari rusa betina dan beberapa monyet yang sedang kehausan, mereka turun kerawa untuk minum.

Punggungan didepan aku ini memang lagi gersang, dedaunan hijau yang biasanya menyelimuti bebatuan padas sedang berwarna coklat dan gugur.Satu jam tiga puluh menit aku duduk dipinggiran rawa, terasa begitu nyaman tidak terasa matahari mulai terbenam, sinarnya memberi warna jingga dilangit Rowo Cangak. Jalanan yang melewati ladang dan hutan sono ini membuat bergegas dan memilih untuk kembali kerumah agar tak terlalu malam sampai di rumah.

Hari adalah hari yang panas namun memberi rasa nyaman untuk tiga jam trakhir.



Salam dari kota kecil Jember.

0 komentar:

Posting Komentar