21 Mar 2013 | By: Unknown

BerTIGA di Bali

Sandi, Arul, Vj lie (aku)
          Masih teringat dalam benak tentang perjalanan ke pulau dewata (BALI) beberapa waktu lalu dengan sahabat-sahabat. Ya. kami bertiga, saat itu rasa penasaran menyelimuti Sandiana dan Arul tentang keindahan pulau dewata, rencana tersusun rapi dengan beragam destinasi yang akan kami kunjungi walau uang perak yang ada dikantong. Perjalanan dimulai dari kota kecil Jember menuju Denpasar, disana sudah ada saudaraku yang siap menampung kami bertiga.

          Sebenarnya aku punya pantangan saat berkunjung ke Bali, dan pantangan itu aku langgar, yakni menumpang kapal pada malam hari. Padahal aku sudah taruma dengan perjalanan malam dengan menumpang kapal, karn pasti mual alias mabuk laut. dan itu terjadi saat menyebrang dari ketapang ke gilimanuk, gak enak banget rasanya saat itu, tapi apamaudikata aku harus kuat untuk mendampingi temanku yang dari Bandung dan Cirebon ini.

          Denpasar di pagi hari menyegarkan kembali tentang keingainan kami bertiga untuk berjalan menyusuri pulau yang ada di timur pulau.jawa, saat itu hari raya kuningan kurang satu hari lagi rangkaian persiapan menjadikan banyak sesajen dan wangi dupa dietiap pertigaan, gerbang-gerbang rumah, serta pura yang kami lewati.

          Keruatan dahi Arul mewarnai perjalanan entah apa yang dia fikirkan saat itu ketika seekor penjaga jalan menggonggong tidah jauh dari kami berjalan, mungkin dia takut dengan suasana ditambah corak berbeda dari kampung halamannya tapi itu fikirku. Berbeda dengan Sandiana yang masih penasaran dengan Bali, dimatanya Bali adalah tempat yang indah dan itu perlu dia kunjungi setiap jengkalnya.

          Hari berganti tiba saatnya berjalan menggunakan motor pinjaman dari saudara untuk berkunjung di berbagai tempat di pulau ini bertiga dengan dua motor, terik membakar apal jalanan dan membuat mata panas saat melajukan kendaraan pinjaman ini, kami bertigapun berhenti sejenak di pantai sanur melihat dan berfoto bersama. Kerut dahi itu tak terlihat lagi di wajah arul dan senyum keluar di wajah sandi yang merasa bangga menginjakan kaki di pasir pantai sanur meski cuman sebentar.

          Mampir kepasar Sukowati setelah pantai sanur, disini kami bertiga mencari pernak pernik untuk oleh-oleh dengan harga yang bisa ditawar dan itupun masih aja tergolong mahal. Praktek tawar menawar kami tak sebagus teori yang kami punya waktu itu, yasudahlah kami harus lanjut berjalan ketempat yang kami bisa datangi dengan waktu yang ada, Ubud yang menjadi tujuan brikutnya meski kami tak berhenti untuk melihat lukisan dari seniman ubud atau berfoto ditugu-tugu gerbang pura yang berdiri kokoh dengan wara merah bata.

          Sore menjadikan siang menggeser matahari ke ufuk barat waktu itu kami telah ada di tanah lot, prosesi upacara kuningan kami saksikan dengan pernik patung yang dipikul dibahu-bahu beberapa peserta upacara yang mengenakan baju putih dan para wanita membawa sesajen yang diletakkan dipinggul, ada juga yang diatas kepalanya. Suasana sangat hikmat waktu upacara kuniangan dengan bunyi-bunyian khas Bali.

          Wajah kami bertiga beragam, aku menikmati suasana karna keteguhan keyakinan yang dianut, sandi dengan wajah asrinya, menebar senyum sambil berfoto-foto narsis lewat smartphone miliknya meski saat itu kecewa karena penolakan dia dapat dari salah satu turis mancanegara untuk berfoto bareng. Arul kembali mengerutkan dahi melihat berbagai patung yang diusung peserta upacara, tapi saat itu aku tak ingin menggangu arul. matahari telah terbenam dengan nuansa senja yang menawan sore ini, kami bertigapun bergegas pulang ketempat saudara di bilangan Denpasar.

          Malam itu arul bersuara setelah kami makan, dia ingan besok harinya bergegas pulang ke jember dengan satu alasan "takut". Ya.takut, itulah alasan arul ingin meninggalkan Bali cepat-cepat, yang masih menyimpan tempat-tempat eksotik lainya, tak banyak yang arul bagi malam itu dia hanya merasa tak nyaman dengan suasana. Keesokan harinya kami bertiga pulang ke Jember dengan prasaan yang berbeda-beda, sandi yang masih ingin berpetualang, arul merasa sedikit lega dengan keadaan ini, dan aku merasa lega setelah mengajak sahabat-sahabat menyusuri pulau dewata walau tak sepenuhnya kami singgahi.

          Saat menuju kota kecil Jember, saat kami bertiga ada di kapal veri, dan saat itu pula arul sedikit berbagi ketika veri sudah bergerak meninggalkan pulau dewata secara perlahan. Arul menceritakan kanapa dia takut dengan suasana Bali yang menurut dia mencekam karna harum wewangian kembang dan dupa, ditambah suara gonggongan penjaga jalan. Suasana itu membuat arul takut serta tak ingin lagi menginjakan kaki dipulau ini, meski telah beberapa kali aku bujuk dengan biaya gratis diapun tak mau. ya itulah sedikit cerita parjalanan kami bertiga di tanah Bali.



POSTINGAN PENUH RASA SYUKUR INI UNTUK MEMERIAHKAN SYUKURAN RAME RAME MAMA CALVINLITTLE DIJA DAN ACACICU

syukuran rame-rame





15 Mar 2013 | By: Unknown

Melangkah Di Kawah Ijen



Rombongan Jember, Surabaya, dan Bali
            Dua minggu lewat dua hari, jemari ini tak menari diatas acakan huruf keyboard, malam ini aku mau berkisah tentang perjalanan yang kemarin sempat menyita waktu, jauh sebelum hari sabtu kemarin tanggal 09/maret/2013 kabar tentang akan ada trip kekawah ijen dengan backpacker Surabaya yang tertulis di grub facebook jember backapacker aku terima.

           Sabtu malam 09/maret/2013 adalah waktu yang telah di sepakati untuk kami (backpacker jember) berangkat dan bertemu teman dari surabaya di Gunung Ijen, jam menunjukan pukul 21:30 wib mundur setengah jam dari rencana semula yang akan berangkat jam 21:00 wib. kami berdelapan aku, ain, sattar, mas daniel, lukman, mbak irma, abhi, dan hana saling berboncengan dengan empat motor, berjalan beriringan sepanjang jalan Jember - Bondowoso, ada yang special dengan trip kali ini karena Ain teman jauh dari Bekasi juga turut ikut dengan rombongan Jember yang dikomandoi mas daniel.

           Jalan yang pertama terang dengan penerangan lampu jalan menjadi gelap ketika masuk jalur menuju kawah ijen dari kota Bondowoso ,jalan yang berkelok dan perlahan menanjak menjadikan barisan motor kami mulai berjau-jauhan sesuai dengan kemampuan menanjak motor. Lukman dan hana yang menggunakan motor matic perlahan tapi pasti menjauh dari rombongan, sampai kami di pos pertama jam 23:30 wib, saat mas daniel menulis dibuku tamu, sattar muncul dengan membawa kupu-kupu besar. Takjub, Iya. karna sebelumnya aku belum pernah melihat kupu-kupu sebesar itu, camera ku keluarkan untuk mengambil gambar sebelum perjalanan berlanjut.

           Sebelum pos Paltuding kami juga harus mengisi buku tamu di pos kedua yang tak begitu jauh jaraknya, sekarang mbak irma yang bertindak mengisi buku tamu, selisih limabelas menit dari pos kedua kami sampai di Paltuding Ijen. Sejenak melepas lelah sambil nyeruput kopi panas buatan warung yang ada di pojok kanan tempat parkir motor, pertanyaan muncul ketika motor dari rombongan Surabaya ada tapi kami tak temui empunya motor. Kendala sinyal HP (handphone) menjadikan kami tak bisa menghubungi backpacker asal surabaya ini, keputusan untuk mendaki sebelum ketemu rombongan dari Surabaya di ambil. Oh iya, kami di warung juga bertemu rombongan lain dari Bali (ara dan asong) yang sebelumnya sudah janjian bertemu di paltuding.

            Waktu menunjukan angka 01:00 wib dan sudah di hari minggu 10/maret/2013 menjadi awal langkah kami mendaki puncak gunung ijen dengan angan ingin  melihat fenomena api biru dan menyapa para penambang, langkah demi langkah kami pijakan di jalur pendakian yang masih tergolong lancar karna jalan yang kami lalui belum begitu menanjak, lapu senter menjadi penerang tunggal diperjalanan dan nafas yang sulit di atur mengiringi setiap perjalanan kami dijalan yang kian lama kian menanjak.

             Ain dan mbak irma mulai mengalami kelelahan sebab trek menanjak, Ain baru pertama kali naik ke gunung ijen dan mbak irma yang kedua kalinya. Mengimbangi langkah duo prempuan ini hal yang harus di ambil sembari memberi motifasi dan mengajak berbincang agar tersa lebih santai sehingga beratnya medan takbegitu terasa. Asap dan debu belerang mengurangi pengelihatan membuat beberapa kali perjalanan kami mengalami salah jalan, oksigen tipis yang bercampur asap belerang membuat pernafasan kami tak baik dan harus menggunakan masker yang telah di basahi dengan air tapi itupun tak cukup, karna rasa kering ditenggorokan juga membuat kami semakin susah bernafas.
kami & Api Biru

              Semua itu terbayar lunas ketika beradah di dekat kawah dan anginpun meniup asap belerang menjauh dari kami, setelah tiga jam limabelas menit berjalan kami bisa melihat fenomena api biru yang hanya ada dua di dunia.Fajar kian menyingsing dan arah angin menjadikan asap belerang kembali kearah kami berpijak, seakan memberi tahu kita untuk bergegas pergi.

             Bercengkramah dengan para penambang menjadi selingan di perjalanan naik menjauh dari kawah dan tak melewatkan berfoto, beban belarang yang penambang angkut bisa mencapai 90kg lebih berat dari beban tubuhnya, oleh sebab itu beberapa kali penambang meletakkan keranjang pikulannya yang berisi belerang kesela batu yang saling berdekatan. Pundak mereka seakan sudah menggumpal keras sekeras kehidupan yang mereka jalani, karena Rp.800 adalah harga perkilo gram belerang. Rata-rata mereka mengangkut 2-3 kali dalam satu hari, namuan senyum dan guyonan mewarnai sepanjang jalan pendakian walau beban akan semakian berat jika keranjang mengayun ketika dipikul menyusuri jalan.

              Sampai kami dipos paltuding kembali, mengisi perut yang kosong dengan sarapan nasi goreng diwarung pojok. Sebelumnya kami sedah ketemu dengan rombongan asal Surabaya diatas yang berjumlah lima orang dengan koordinator mas agus, karena jadwal yang berbeda membuat perjalanan kembali terpisah. Kami yang dari Jember dan Bali ke pulau merah dan robongan mas agus ke belawan terlebih dahulu. Mas abhi dan mbak irma pun juga turut memisahkan diri karna urusan pribadi, pagi itu perjalanan ijen berakhir dipukul 09:30 wib harri minggu 10/maret/2013 yang berlajut di pulau merah Banyuwangi dan kembali bertemu dengan robongan Surabaya.
Senyum Penambang Belerang

Ain dan Penambang

Penambang Belarang

Penambang Belarang

Danau Kawah Ijen