31 Jan 2014 | By: Unknown

Pulang ke kota Mu

Foto : Ove yang sedang marah

     Hari ini, di pengunjung bulan januari. Aku mulai melakukan perjalanan ke kota mu, menumpang sebuah bus antar kota aku berharap kita bisa melepas semua rindu yang kemarin. Sebelum aku berakgkat, aku berharap bisa melihatmu dengan senyum kemarin. Ya, kemarin. Ketika aku bersamamu bermain gomprek di desa curah macan, sembari menunggu kamu berubah pikiran.

     Pagi jam 04:09 wib, aku menumpang bus ekonomi dari Jember menuju kota Surabaya. Hem.... Bus ini melaju kencang dan badanku beberapa kali terplanting hingga bokong ini tak nempel pada kursi usang di deretan belakang. Sesampai aku di kota Surabaya aku bergegas ke kota mu, kota kecil dimana kamu dilahirkan dan besar. Panas kota ini seperti tak asing lagi denga ku. Panas yang mengingatkan aku di pertengahan 2007, ketika aku sempat tinggal dan menikmati panas kota. Namun kali ini aku di Gresik bukan Sidoarjo kota yang sempat aku tinggali untuk beberapa bulan saja.

     Ove datang menjemput, dengan seperti biasa jaket warna merah muda kesayang itu melekat rapi di badanmu. Obrolan kecil mengantarkan aku sampai depan gerbang perumahan yang ovee tinggali. Ach.... pikiran kamu masih belum berubah. Ove menghentikan laju motornya dan aku duduk menunggumu yang setelah aku duduk kau pulang meletakkan oleh-oleh itu di rumah. Ya, dia pulang dan aku menunggu tak jauh dari pos penjaga perumahan.

     Sudahlah,,,ini memang mau kamu sedari kemarin, tidak mau mengajakku kerumah dulu meski hanya sebentar hingga semuanya siap. Aku paham dengan ketakutan mu dengan yang kemarin, ketakutan yang masih ada dalam hatimu tentang seorang pria yang sempat singgah dan mengecewakan. Beberapa menit aku menunggu kau kembali, masih dengan jaket merah muda itu. 
Hotel Putra Jaya kamar 102, Gresik

     Aku kembali dibonceng, kali ini berjalan menyusuri jalan kota Gresik mencari hotel tempat buat aku menginap. Rasanya badan ini remuk akibat goncangan di bus tadi. Setiba aku di hotel, aku mulai menikmati kasur empuk dengan fasilitas AC dan free wifi, hingga lelah badanku sampai pada puncaknya. Tak terasa aku tertidur sudah satu jam lamanya dan itu membuat kamu marah, terlebih kau menjemputku untuk menikmati malam di kota mu.

     Maaf sayang, aku kebablasan beristirahan hingga panggilan tak terjawab 11 kali dan sms 4 kali darimu tak aku balas. Kecerobohanku memang kelewatan malam ini, disaat kita saling berdekatan, aku malah mengacaukan suasana dengan tidur pulasku meski beberapa menit saja. Aku sama sekali gak menginginkan kamu marah, dan tangan kananmu memerah karena ketukan pintu yang berkali-kali kamu lakukan.

     Di lorong hotel ini aku melihat kamu yang diam, sesekali kamu melihatku dengan rasa jengkemu. Beberapa menit senyap tanpa suara, dan aku hanya bisa melihat punggungmu. Harapku hanya satu, kemarahanmu cepat mereda, dan senyuman manis itu kau berikan lagi buat aku yang tak seberapa tampan ini. Sepertinya harapanku kali ini cepat terkabul, Ove mulai tersenyum meski sedikit judes.

"Wez kamu yang bonceng, ayo kita jalan. Tapi kamu pakai helm pink" ucapmu dengan maksud ngerjain aku dengan warna helm yang identik dengan cewek ini.

     Ya sudahlah... Mungkin memang harus begini untuk aku menebus kesalahan tadi. Menggunakan helm pink dengan memboncengmu pakai motor matic. Laju motor aku buat pelan agar perjalanan ini lama, selama yang bisa aku lakukan. Supaya kemarahan itu hilang tertiup angin dan sampai tempat yang dituju nanti kau sudah tak malas melepas senyummu.

Terakhir

     Ove sudah kembali tersenyum buatku malam ini, senyuman yang manis untuk mengawali makan malam yang romantis meski tak seperti di film. Namun itu sudah membuat aku tenang dan senang pastinya. Oh...iya. Pagi ini Ove menjemputku di hotel untuk jalan-jalan ke kota Surabaya, nonton film yang sudah kami rencanakan kemarin. :)
Makan Malam (sepiring berdua)


28 Jan 2014 | By: Unknown

Pakde Datang


Foto: Vj Lie
      Sore kemarin ketika aku baru bangun tidur mendadak ingin tahu perkembangan terkini tentang saudara yang datang dari Joga pagi tadi, Pak. Dadi Wiryawan namanya, biasa aku panggil Pakde. Lewat jejaraing sosial Face Book (FB), aku mengenal beliau beberapa minggu yang lalu. Mbak Ana mengirim pesan di FB kalau Pakde sedang ngopi dengannya di Cafee Gumitir, namun pesan mbk Ana sudah 6 jam yang lalu dan baru sempat aku buka. Mbak Ana juga berpesan kalau nanti tidak ada acara kancani Pakde. 

      Sesaat setelah membaca pesan, aku sms mbk Ana untuk bertanya tentang Pakde yang katanya sedang menginap disalah satu hotel yang ada di Jember. Selang beberapa saat, aku berangkat menjumpai Pakde di kamar 105. Ketika Pakde membuka pintu dan menyapaku sembari bersalaman, aku terasa tidak asing bertemu dengan beliau, padahal aku ketemu Pakde kali pertama ini, namun pertemuan itu tersa sudah akrab seperti aku ngobrol dengan sahabat yang beberapa kali ketemu. Sosok beliau yang ramah menjadikan aku nyaman mengawali obrolan ringan tentang Jember dan tadi pagi pade sudah kemana saja. Obrolan itu saja menjadi pembuka pertemuan kami. 

       Kemudian Kami beranjak dari kamar 105, Hotel Asri. Kami kumlaku diseputaran kota Jember sembari menunggu senja berganti malam. Pasar Tanjung tempat pertama yang kami tuju, mengenalkan pasar yang tidak pernah tidur sepanjang hari, lalu berlanjut ke 0 KM Jember. Di 0 KM aku memberitahu Masjid Lama kota Jember yang sekarang menjadi yayasan, dan kemudian di Kantor Pemda. Aku mengenalkan pada Pakde tentang sosok yang berdiri tegap menghadap alun-alun kota. 

        Ya. Itu patung Letnan Kolonel M. Sroedji. "Beliau pahlawan kota Jember Pakde" kata ku. Kemudian kami masuk ke halam untuk sekedar foto dan berfoto bersama Pahlawan kota kecil Jember. Gerimis turun, aku dan Pakde berjalan menuju tenda bekas car free day tadi pagi sembari menunggu gerimis reda. Jalanan yang basah dan masih mendung mengantarkan kami ke rumah Panaongan. Di sana ada Mbak Prit, Mas Bro dan Mbak Indah. Dapur menjadi tempat kami bercengkramah, ngobrol tentang hal ringan dengan seduhan kopi panas buatan mbak Prit menjadi pendamping celotehan kami berlima. Tak tersa senja sudah berganti malam dan obrolan kamipun pindah tempat ke ruangan depan. 

Foto : Vj Lie
       Obrolan kami di ruangan depan disudahi ketika Buter tiba, dan kami ke acara rutin yang setiap minggu malam diadakan. Acara Cangkrukan Lewat Botol Kosong (CLBK) On Air di Radio Republik Indonesia (RRI) Pro 1 Jember, di sana kami sudah di tunggu mbak Etty yang setia menjadi pembawa acara ini dan Putri (kawan/adek) yang baru tiba dari Malang . Pakde kami ajak di acara tersebut menjadi tamu begitupun dengan mbak Indah yang dari Surabaya. Cangkrukan menjadikan kami lebih akrab mengenal sosok Pakde begitupun dengan Aku yang baru tadi sore bertemu secara nyata.

       Selepas On Air, cangkrukan kami berlanjut ke ruangan santai, tak lupa kopi sebagai pendampingnya. Kali ini bukan mbak Prit yang membuatnya, tapi Rano Karno (Suami mbak Etty)...hehehe Begitu mbak Etty yang seharusnya aku panggil Bu Etty memanggilnya. Puluhan menit berlalu di ruangan itu, kami beranjak mencari makan untuk mengisi perut yang sudah bermusik patrol ria. 

       Kamipun pamit, lalu mengajak Pakde makan pecel di Gladak Kembar, meski makanan pecel ada di Jogja setidaknya beda rasa dan suasana lah, namun malam ini pecel di Gladak Kembar tidak julan. Begitu juga Mak Tempe, alternatif kedua kami juga sedang tidak jualan. Kami akhirnya menuju Kedai Gubuk, berharap ada nasi goreng disana. Namun harapan kami sirna karna hanya sisa Mie instan yang masih tersisa menjadi menu malam ini. Pagi sudah tiba dan kami bergegas pulang, aku mengantarkan Pakde kembali ke hotel kemudian aku kembali ke Panaongan. Kami menyudahi orbrolan sebab nanti ketika pukul 06:00 wib, Pakde sudah harus ke kantor Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) untuk mengikuti acara penghijauan di Andongsari, Ambulu bersama aku dan mbk Ana. 

 * Maaf Pakde, yang jauh-jauh datang dari Jogja dan singgah di Jember masih makan Mie Instan dengan telur ceplok, dan hanya suasana yang sedikit berdeda.
18 Jan 2014 | By: Unknown

Untuk Bu.Dey

Foto: Dudy Arnaya
         Ini tentang sosok yang aku kenal di dunia maya, tinggal di bandung dengan keluarga kecilnya. Ya... Bu.Dey. Dia berkaca mata dan suka dengan fotografy, baru saja aku buka blog pribadiku yang penuh dengan coretan-coretan tentang apa yang aku lihat dan aku rasa. Aku melihat pos terakhir yang aku tulis dan hanya ada satu komentar, itu dari Bu Dey. Komentar ini membuat aku ingin menulis tentangnya, sebab aku lihat Bu.Dey selalu ada di postingan aku trakhir-trakhir ini, mungkin Dia tahu kalau Aku tak membalas komentarnya. 

       Blog Pribadiku tergolong sepi, Aku lebih asyik memotret ketimbang menulis, padahal tujuan pertamaku membeli laptop ingin belajar menulis. Menuliskan tentang kehidupan ku yang mulai berwarna lagi setelah Aku menjalani hidup yang buta dengan dunia luar. Rutinitas sebagai karyawan di sebuah pabrik membuat aku hanya mengenal orang-orang yang pernah aku kenal sebelum aku bekerja dan selebihnya hanya dengan karyawan-karyawan lain. 

       Aku sempat heran tadi ketika aku membuka blog, kenapa Bu.Dey masih saja berkunjung. Padahal aku belakangan ini tak lagi berkunjung di blog pribadinya. Bu.Dey membuat aku merasa sungkan sekaligus menjadikan aku lebih perhatian lagi pada orang-orang sekeliling ku. Ma'af ya Bu.Dey aku jarang mampir ke blog Bu.Dey, ngomong-ngomong Bu.Dey gimana kabarnya? Aku harap baik-baik saja di Kota Kembang, dan masih bisa berlari mengejar Fauzan yang semakin lama bertumbuh besar. 

        Bu.Dey baru aku kenal di dunia nyata saat aku berkunjung di Jogja, bersama blogger dari Jember yang lain. Ketika itu di Jalan Malioboro, mas Lozz yang menerima sms, lalu menemui Bu.Dey yang sedang makan siang. Aku dengan kawan yang lain duduk santai sembari melihat-lihat, tidak lama kemudia mobil berwarna silver berhenti didepan tempat duduk Kami, Mas.Lozz menyapa untuk turut menumpang dimobil tersebut, ternyata mobil yang di sewa Bu.Dey dan keluarga kecilnya. Foto : Keluarga Bu.Dey.

Foto : Keluarga Bu.Dey
    Lewat perjumpaan itu aku mengenal sosok Bu.Dey sekaligus keluarganya. Keluarga ini memberikan kami tumpangan hingga hotel tempat kami menginap, obrolan ringan di mobil membuat aku mengenal sosok ibu rumah tangga ini, namun sayang aku lupa nama suami Bu.Dey. :) Fauzan namanya, kesatria kecil Bu.Dey yang sedikit malu-malu ketika bersama dengan orang baru, tapi mudah-mudahan dia gak malu lagi jika ketemu di pertemuan ke dua nanti. :) 

       Aku bingung mau nulis apa lagi tentang Bu.Dey, sebab pertemuan kami memang singkat saat itu. Aku merasa malu denga Bu.Dey yang setia membuka blog ini yang mungkin dia tahu aku tak membalas komennya karena aku jarang menulis dan melihat postingan dengan tulisan acak kadut. Oh iya... Kemarin ketika aku mampir di Kota Bandung, Aku juga belum sempat sowan ke kediaman Bu.Dey. Ingin rasanya, namun ketika itu belum bisa sebab waktu yang begitu mepet. Mungkin lain kali jika masih diberi waktu aku bisa ke Bandung lagi aku kan berkunjung ke Parompong tempat keluarga kecil Bu.Dey tinggal. :)
9 Jan 2014 | By: Unknown

Menikmati Kopi Kolong

Foto : vj lie
      Semalam sedikit berbeda dari malam kemarin yang aku habiskan dengan segelas kopi dan monitor kotak. Semalam aku mencoba tempat baru yang menarik untuk di kunjungi, dengan suasana santai yang ada di bawah hiruk pikuk kota. Ya, dibawah. Dibawah jembatan Mastrip tepatnya, jembatan yang mempunyai sejarah indah, sejarah kebersamaan masyarakat Jember. Dahulu jembatan ini di bangun ketika kepemimpinan bupati jember yang bernama Pak Djarwo, yang pada awal pembangunannya tahun 1961 dan selesai pada tahun 1976.

      Jembatan yang dahulu dikenal dengan jembatan botol ini memang dibangun dari kebersamaan masyarakat Jember atas hibauan Bupati untuk mengumpulkan buah kelapa dan botol-botol kosong,  kemudian dijual. Hasil penjualan tersebut digunakan untuk dana pembangunan jembatan. Jembatan ini sekarang dikenal dengan jembatan mastrip.

       Kolong jembatan ini yang kemudian disulap menjadi warung kopi bernuansa santai walau diatas kolong begitu banyak mobil dan motor bersliweran. Aku bersama mbk Prit, Putri, Angga, Anggar dan adik Putri cukup lama, hanya sekedar nyeruput kopi dan berceloteh.  Kopi yang ditawarkan begitu beragam begitu juga dengan juss buahnya, ada pula gorengan weci dan tepe. Harga kopi disini juga cukup murah mulai dari Rp.2500 (kopi tubruk) sampai dengan Rp.5000.
 
foto : vj lie
      Lokasi yang mudah dijangkau ini membuat bangku-bangku, dan amben semakin malam semakin ramai. Tidak jarang orang kecewa karena tidak kebagian tempat duduk, dan beranjak ketempat lain. Malam semakin larut saja, tak terasa sudah tiga jam kami ngobrol ngalor-ngidul di meja bundar bawah jembatan yang menurut ku keren. Buat temen-temen gak ada salahnya mencoba ngopi di Kopi Kolong, sembari mengenal kota kecil Jember lewat seduhan kopi panasnya.