11 Mar 2014 | By: Unknown

Sang Patriot (Letkol Mochammad Sroedji)

Penulis Buku : Irma Devita
"Mas iku seng nang depan pemda patung'e sopo?"
"Jenderal Sudirman ta?

Pertanyaan itu mengawali aku mengenal sosok tegap berdiri menghadap alun-alun kota jember. Ya. Patung tegap dengan Samurai di tubuhnya itu. Aku bertanya pada Mas Bro ketika ngobrol santai di Panaongan, pertanyaan yang sederhana dari orang yang penasaran tentang patung yang berdiri tegap depan Kantor Bupati Jember.

Mas Bro mulai menjelaskan tentang sosok itu. Dia seorang pahlawan berpangkal Letkol, Mochammad Sroedji namanya.

Ketika aku masih duduk di Sekolah Dasar di desa kecil yang berada di selatan kota Jember. Aku sama sekali tak melihat nama Mochammad Sroedji di daftar nama pahlawan yang ada dibuku sejarah.
Aku hanya mengenal sosok Jendral Sudirman yang menyandang Samurai di badannya, jadi maklun jika aku menyangka sosok tegap itu adalah Jendral Sudirman.

Aku hanya warga desa yang dekat dengan pesisir selatan Jember, jauh dari hiruk pikuk kota yang sabenhari bisa memandangai patung besar nan gagah yang tak pernah lelah melihat warga jember sibuk dengan pekerjaannya.

Lalu bertanya, siapa dia?

Awal tahun 2013 aku baru tahu kalau itu adalah pahlawan kota kecil ku. Lewat obrolan santai dan kopi hitam menjadi sajian aku mulai mengenalnya, cerita Mas Bro di dunia nyata maupun maya atau blog mulai membuka pengenatuanku terhadap Letkol Moch Sroedji.

Hari berganti dengan beriringan, aku mulai mengenalkan pada beberapa teman yang singgah ke Jember untuk mengenalnya. Mengenal seorang pahlawan yang romantis dan tak diketahui warganya sendiri. Sepertihalnya aku dulu.

Senopati Kecil, begitu aku mulai mengenal sosok Letkol Muchammad Sroedji lewat buku Sang PATRIOT. Dalam buku berkisah tentang perjalanan Senopati sedari masih belia yang mengalur lembut dengan kisah Persahabatan, Cinta, Pengorbanan, dan Penghianatan.

Aku bukanlah sejarawan, tapi aku menikmati sejarah jika di tulisakan mengalir dengan bukti yang benar dan dikemas secara santai, bukan seperti buku pelajaran atau seperti berita yang hanya bermodal sumber-sumber dari internet dan buku tanpa menggali lebih dalam pada pelaku sejarahnya.

Buku Sang Patriot memberi angin segar bagiku, bagi orang yang malas membaca buku tebal soal kepangkatan pahlawan dan tanggal-tanggal yang begitu banyak serta nama-nama asing. Aku bukan pembaca yang baik untuk buku-buku sejarah seperti itu, sebab aku penyuka buku-buku yang bercerita dengan susunan kata indah. Sang Patriot adalah Novel Sejarah, menuliskan tentang sejarah kepahlawanan sang Senopati Kecil ketika melawan penjajah.

Aku begitu menikamti alur cerita sang Senopati, tentang cintanya pada seorang kekasih yang menjadi ibu dari anak-anaknya, begitu juga tentang gaya dia menenangkan dan menghibur sang istri.

Ach...Aku terjebak dalam roman Senopati.

Senopati yang mencintai kekasihnya harus rela tak melihat anak dan istrinya beberapa minggu bahkan beberapa bulan untuk bertempur melawan penjajah. Seperti yang pernah di katakan Mas Bro "semua punya nilai". Senopati menilai perjuangannya begitu penting melawan penjajah untuk anak, cucu, dan penerusnya nanti agar tak menjadi jongos di negaranya sendiri. Pemikiran sepasang suami istri ini juga tertuang dalam novel, yang menjadikan kita terbawa arus untuk tak berhenti dahulu sebelum selesai membaca.

Namun aku mulai bosan ketika beberapa lembar yang aku baca mulai ke arah tanggal dan beberpa istilah asing, baik istilah jepang maupun belanda.

Tapi tersemat nama Soebandi, yang sekarang menjadi nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Jember. Soebandi adalah sahabat Sroedji, beliau menjadi dokter militer ketika itu. Sepasang sahabat ini berjuang bersama dalam menumpas penjajah.

Aku bukanlah seorang pengingat yang baik, makanya aku mulai jenuh dengan kata-kata asing itu, dan mulai semangat lagi saat cerita persahabatan tersemat di dalamnya. Ketika mulai memasuki lembaran tengah buku, penulis rupanya menceritakan kembali kisah-kisah heroik dan kebesaran cinta.

Tentang Suami yang di bandrol 10.000 Gulden, hidup maupun mati.

Istri mana yang rela Suami tercintanya di wartakan sebagai pemberontak oleh belanda dan di beri hadiah 10.000 gulden bagi siapa yang bisa menangkapnya hidup maupun mati. Tentunya tak ada. Begitu pula dengan Rukmini (Istri Sroedji), Rukmini geram namun masih bisa tersenyum sebab dengan berita itu meyakinkan dia kalau Suaminya masih hidup dan tetap berjuang untuk Tanah Air.

Didikan ketika menjadi Perwira  PETA membuat Sroedji berani dan kuat, sampai ketika agresi militer ke 2. Ketika Jepang kembali ke negara asalnya dan Belanda masuk kembali ke Indonesia.

Pertempuran hebat yang mengakhiri langkah kecil Senopati terhenti. Penyiksan padanya mulai terjadi meski sudah tak bernyawa, sampai darah menjadi perekat debu-debu jalan pada sekujur tubuh, kerikil jalan menjadi amplas alami yang membuat kulitnya tergores. Dia diseret oleh truk pasukan Belanda. Rukmini yang mendengar kabar itu mengunjungi tempat istirahat terakhir sang Suami tercintanya, menggandeng buah hatinya ke gundukan tanah yang tertancap batu nisan.

Novel sejarah ini begitu membiusku, seakan aku masuk dalam lorong waktu yang menjadikan aku berimaji tentang situasi saat itu. Saat nama mulai disamarkan demi keselamatan, ketika Istri yang sedang mengandung delapan bulan berjalan dari Jember ke Kediri, ketika sahabat harus berpisah akibat penghianatan sang anak buah, dan ketika anak tak lagi bisa melihat sang bapak.

Membaca buku ini mengingatkan aku tentang sosok anak kecil yang tak tahu pahlawan kotanya sendiri. Ya. Itu aku.

Jika di tanya :
Siapa pahlawan kota Jember? Aku akan lantang menjawab Mochammad Sroedji, Soebandi dengan lantang untuk saat ini.
Tapi apa itu akan seirama dengan anak-anak usia SD atau SMP yang ada di sekitarku? Sepertinya tidak. Mungkin mereka akan menjawab dengan nama-nama lain yang tertera di buku pelajaran sejarah, atau masih sibuk menuliskan kata kuci di mesin pencari.

Sejarah memang memosankan jika ditulis hanya untuk menyampaikan pesan, namun jika ditulis dengan cerita yang apik akan menjadikan kita senang membacanya tanpa harus kesal dengan tanggal-tanggal dan istilah-istilah asing di dalamnya.
Sang Patriot


2 komentar:

Anonim mengatakan...

Kalem bro kalo nulis. Ngetril ae drijine lek ngetik.
Terlepas dari itu, bahasan singkatnya mantap. Layak untuk dibaca.

Unknown mengatakan...

Gak keroso bro nulis dowo koyok sepur iki.hahahaha
jemariku berdansa ria ketika aku menuliskan ini. hahaha...mak dangdut ngene bahasane

Posting Komentar