Foto : Harry Alfannani |
Kali ini saya ikut bergabung karena tertarik dengan tage line yang di usung, dan beberpa tulisan temen-temen Gresik yang saua baca. Saya saat ini memang tidak ikut dalam komunitas apapun tapi keinginan untuk bergabung dan mengenal Gresik sangatlah besar. Bagi saya Gresik menjadi rumah kedua setelah Jember, karena disini saya menemukan pasangan dan tempat tinggal untuk saat ini.
Pertama kali saya menghubungi Mas Irfan selaku koordinator acara, saya menghubungi Mas Irfan lewat pesan pendek dan sekaligus memperkenalkan diri. Mas Irfan mengarahkan saya untuk menuju titik kumpul di terminal Bunder jam 09:00 wib. Saat saya kesana masih sedikit yang kumpul, ada 4 orang terlihat diparkiran Mikrolet/MPU. Saya datang dengan Istri dan kawan dari ITS Surabaya.
Sekitar 100 orang yang ikut dalam acara ini, rata-rata didominasi oleh kalangan muda. Jejak Gresik kali ini membawa saya berkunjung ke Kecamatan Benjang,sesampai di balai kecamatan, kami berkumpul bersama dan dibuka acara dibuka oleh Mas Hadi dari Benjeng Pribumi. Pembukaan berlangsung tidak begitu lama, yang kemudian peserta diajak untuk menyusuri Benjeng hingga di Desa Balong Tunjung.
Foto : Vj Lie |
Pak Suharto adalah kepala desa disini, beliau mengatakan pada tahun 1962 pendopo desa lah yang menjadi tempat untuk pemeluk Agama Kristen di desanya sebagai tempat kebaktian, hingga terbangunnya Gereja secara swadaya disisi timur desa.
Benjeng terkenal menjadi daerah rawan banjir di Kabupaten Gresik. Saya sedikit ngobrol dengan Has Hadi disela acara, dalam catatan Mas Hadi, Benjeng mulai mengalami banjir pada tahun 60an. Banjir disebabkan dari meluapnya Kali Lamong yang mengalami pendangkalan, beberapa titik kali lamong yang pinggirannya ditanami pepohonan yang tidak dijaga berakibat mempersempit sungai, hingga bangunan warga yang mengganggu jalannya air, sampai saat ini normalisasi Kali Lamong dan pembuatan waduk terus disuarakan.
Dimusim hujan memang membuat terendamnya sebagian wilayah, dimusim kemarau Benjang mengalami sulit air, warga memanfaatkan air telaga/tambak untuk memenuhi kebutuhan air, air sumur disini terasa asin dan keruh, sedangkan prusahaan penyedia air milik daerah tidak mencakup seluruh Kecamatan Benjeng.
Lahan Persawahan disini termasuk lahan tadah hujan, sehingga hanya saat hujan saja para petani berbondong-bondong menanam lahanya dengan tanaman padi, dan membiarkan tidak tertanami saat musim kemarau.
Peserta sengaja diajak melihat Benjeng dimusim kemarau, karena Mas Hadi beranggapan ini adalah potret Benjeng yang sebenarnya panas, dan gersang. Usulan normalisasi, dan pembuatan waduk memang sangat diperlukan untuk mencukupi keperluan air baku di daerah Gresik, dan mengontrol debit air saat musim hujan tiba.
Foto : Vj Lie |
Saya kali kedua di Desa Jogodalu. Disini kami beristirahat sejenak disalah satu Madrasah, peserta disambut para karang taruna desa. Anggota karang taruna mempersiapakan makan, minum, dan buah sebagai menu penutup. Setelah istirahat selesai, Mas Irfan membawa kami untuk berkunjung ketempat pengrajin sarung tenun yang tak jauh dari lokasi istirahat. Kami dikenalkan dengan Pak Nursalim. Pak Nur adalah pemilik usaha sarung tenun Putra Nur.
Dalam perbincangan kami, beliau memulai usaha ini sejak tahun 90an. Berbekal pengalaman bekerja di sebuah prusahaan sarung terkemuka, Pak Nur memulai bisnis sarung tenun ini dengan modal awal 2 alat tenun.Saat ini Pak Nur sudah memiliki 30 karyawan yang bekerja dirumah masing-masing dengan dibekali 1 alat tenun setiap 1 karyawan. Hanya ada 2 alat tenun yang berada rumah Pak Nur. Sarung yang dikerjakan memiliki 2 jenis, jenis pertama sarung dengan bahan sutra, dan jenis kedua dengan bahan campuran sutra dan misris dengan komposisi 50 : 50.
Foto : Vj Lie |
Namun yang sangat mencolok adalah jahitan, jika kita terbiasa melihat sarung dengan jahitan Vertikal itu bisa dipastikan sarung diproduksi dengan mesin modern, jika sarung dengan jahitan Horisontal maka itu dari pengarjin sarung tradisional, dan mungkin saja itu buatan tangan para karyawan Pak Nur.
Usaha ini berkembang pesat di tahun 2000 sampai 2010, belakangan ini usaha yang Pak Nur geluti tergolong menurun. Perkembangan teknologi mulai menggeser pengrajin sarung tenun tradisional, saat ini ada tiga merek yang sudah teken kontrak dengan Pak Nur. Alhamdulillah dengan tiga merek ini Pak Nur masih bisa memberi penghasilan dan mendapatkan keuntungan.
Setelah kunjungan dari kediaman pak Nur, saya memutuskan untuk menyudahi acara ini. Sebab saat itu saya masih ada urusan untuk ketemu dengan pengrajin kaos yang ada di Kecamatan Menganti. Saya berpamitan dengan Mas Irfan dan kawan-kawan penggiat acara ini.
Terimakasih, dan Semangat untuk teman-teman Jejak Gresik, karena acara ini sangat bermanfaat semoga ada kelanjutan untuk yang ke 3, 4, 5 dan seterusnya.
Salam
0 komentar:
Posting Komentar