27 Feb 2014 | By: Unknown

Kerupuk Sambel / Kerupuk Sambal

Foto : Vj Lie
Waktu itu aku masih duduk di kelas 3 sekolah dasar SDN Jambearum 4, Sekarang menjadi SDN Jambearum 1, Puger. Sewaktu istirahat begitu banyak varian jajanan yang bisa di beli di warung-warung yang ada di dalam sekolahan ketika itu. Namun hanya Kerupuk Sambel yang bisa aku beli ketika uang saku ku mulai menipis.

Bisa di bilang titik penghabisan juga sih.

Kerupuk Sambel yang aku maksud bukanlah kerupuk yang ketika membuatnya (adonan) di campur dengan sambel. Kerupuk Sambel yang aku maksud adalah kerupuk dengan tambahan sambel saat memakannya.

Beklik begitu aku memanggilnya, sering kali aku membeli kerupuk sambel ke Beklik, dengan harga Rp.100, ketika itu aku sudah dapat 3 kerupuk dan 1 sendok sambel. Dulu Beklik yang berjualan di gang antara ruang kelas 2 dan 3. Kerupuk yang di pakai bermacam-macam mulai dari kerupuk puli, kerupuk tempe, dan kerupuk biasa juga jadi nikmat ketika di tambah sambel yang Beklik buat.

Cara makannya.
Aku biasa memakan Kerupuk Sambel dengan cara mematahakan kerupuk sedikit demi sedikit sembari di dulit ke sambel, begitu seterusnya hingga habis.

Untuk rasa jangan di tanya, pasti mak nyuusss....

Sambel yang dipakai adalah sambel pecel yang masih kering. Sambel pecel memiliki rasa pedas dan punya sedikit rasa asam juga bau daun jeruk membuat kriuk gurih dari kerupuk tambah enak.

Setelah aku tamat SD, aku melanjutkan sekolah di SMPN 2 Balung. Aku kira aku sudah tak bisa menikmati kerupuk sambel lagi, namun itu salah. Aku masih bisa menikmati kerupuk sambel meski harus ngomong minta sambel kering dulu ke penjual pecel di sekolah terlebih dulu. Di SMPN 2 Balung aku hanya 1 semester kemudian aku pindah ke SMPN 1 Puger, di sini aku juga masih bisa merasakan kerupuk sambel di warung Mbah Nen, namun ketika aku lulus SMP dan bersekolah di  kota (Jember) aku jarang makan kerupuk sambel.

Sewaktu STM aku makan kerupuk sambel hanya saat berada di rumah saja, ketika ada hajat di rumah dengan menu nasi pecel, aku pasti makan kerupuk sambel. Sebuah hal yang tidak bisa dilewatkan begitu saja.

 Begitu juga dengan sekarang.

Besok di rumah ada pengajian kelompok ibu-ibu, dan Emak membuat nasi pecel dengan sayur Bung Bambu dan Kates (Pepaya) untuk sajian makan besok sore. Emak membuat sambel pecel tadi sore sebelum adzan magrib berkumandang. Meskipun sekarang aku sedang pilek dan batuk kering tetap saja aku masih makan Kerupuk Sambel malam ini. Bukan maksud aku membandel tapi Kerupuk Sambel sulit untuk di lewatkan.

Sambel pecel yang di buat Emak kali ini tidak begitu pedas, tapi rasa Asam Jawa dan Daun Jeruk Nipis begitu tersa di lidah.

Oh iya, ada yang lupa.

Malam ini aku sudah menghabiskan 7 kerupuk dengan 3 sendok makan sambel pecel kering.
Hehehe....



25 Feb 2014 | By: Unknown

Ikan Betik


Foto : wikipedia.org
Seminggu ini aku mulai rutin menyambangi sungai di barat rumahku. Ya. Memancing, jaraknya sekiar 1 Km arah barat dari rumahku.

Aku mulai di kenal kegiatan memancing ketika aku masih duduk di bangku SD, entah kelas berapa. Aku lupa. Bapak yang mengenalkan aku tentang kegiatan ini, ketika aku pulang sekolah, bapak mengajak aku memancing di Kali Sumber. Kali Sumber menjadi tempat favorit di desaku untuk mencari ikan, tempatnya yang rimbun menjadikan kerasan berlama-lama disini.

Bapak tidak hanya mengajak aku memancing di Kali saja, terkadang juga mengajak aku memancing di kolam pemancingan. Sempat aku jatuh di kolam waktu itu, ingin ketawa jika aku ingat kejadian itu.

Ceritanya begini.

Waktu itu siang, matahari terik dan aku mulai bosan sebab tak ada satu ikanpun yang mau nyantol di kailku. Aku berpidah dari tempatku yang panas dan duduk di bawah pohon yang ada di pojok. Pancing sengaja aku letakkan asal di sampingku, Selang beberapa menit aku mengambil palesanku dengan saitan kecil. 

Byurrrr...

Sontak semua orang kaget dan menoleh ke arah ku yang ada di pojok. Sebab waktu itu hening karna tak ada ikan yang makan. Bapak kaget dan langsung lari kearahku dan menolong aku dari kolam. Lumayan kaget dengan tarikan ikan besar itu yang membuat aku terbawa kedalam kolam, maklum tubuhku kurus, jadi sangat mudah buat ikan besar yang kesakitan krena kail menarikku masuk kedunianya. Dunia air.

Kembali ke sungai.

Aku mulai bersiap memancing sekitaran Jam 2 siang, cek mata kail, senar,  dan palesan.

Aku memancing tentunya tidak sendiri, aku bersama adik sepupu yang masih sekolah kelas 3 SMP. Namanya Roby. Kami mulai menyusuri galengan sawah untuk menuju sungai, sepanjang jalan hanya hijau tanaman padi dan langit biru yang aku lihat, namun terkadang mendung. Entah berapa hektar luas semua sawah-sawah ini.

100 hektar kayaknya, mungkin juga lebih.

Tak jauh dari Kali Sumber, aku dan Roby mencari Cacing dan Precil untuk Baren mancing. Gak tahu kenapa, kalau liat Precil di rumah geli, tapi pas buat mancing, eh malah ngumpulin banyak buat baren mancing. Precil itu sebutan kodok yang masih kecil.

Ini dia incaran kami, Ikan Betik.

Ikan Betik di beberapa tempat mempunya nama berbeda, ada yang bilang Ikan Betok ada juga yang bilang Ikan Papayu. Pada intinya sama saja, Ikan yang di maksud itu adalah ikan yang warna hijau dan punya duri tajam di punggungnya. Kalau beruntung kami juga mendapat Ikan Lele berukuran sedang hingga besar di sungai ini (Kali Sumber). 

Oh iya. Ikan Betik ini punya nama ilmiah Anabas testudineus.
keren....

Ikan Betik bisa di bilang cukup kuat untuk bertahan di luar air, bahkan untuk beberapa jam. Penyebarannya juga cukup luas, tidak hanya di tanah air tercinta ini saja, tapi juga ada di India, Tiongkonk dan beberapa negara di Asia Tenggara.

Ikan Betik Goreng
Ikan air tawar satu ini enak rasanya, disampig itu juga ikan ini tergolong tidak amis. Satu lagi, saranku di goreng dengan garing agar tulangnya juga bisa ikut dimakan karena renyah.

Hari ini (25/02/2014) aku dan Robi mendapat Ikan Betik lumayan banyak, jumlahnya 20 ekor. Cukup buat perut aku kenyang dengan ikan sebanyak itu. Aku juga terkadang memetik kangkung untuk teman menyantap ikan betik, aku memetik kangkung di sepanjang jalan yang aku lalui ketika pulang dari mancing.

Kangkung dengan batang hijau kerap tumbuh di samping galengan, kangkung jenis ini punya rasa essip di lidah orang desa sepertiku.

Sawah dan Sungai memberiku banyak sumber makanan yang bisa di manfaatkan setiap hari. Galengan sawah menjadi tempat bertumbuhnya kangkung merah maupun hijau. Sungai pun juga demikian, Ikan Betik, Wader, Keting, Lele, dan Gabus bisa di dapat dari sungai. Betapa nikmatnya jika kita bisa selaras dengan alam. Alam yang memberikan begitu banyak sumber kehidupan, dan kita tinggal memanfaatkannya sebaik mungki tanpa harus merusak karena keserakahan.

Hem....
Sudah panjang rupanya. Ya sudah, aku sudahin dulu cerita ringanku ini.

Harapanku : Alam ini tetap lestari sehingga nanti cucu-cucu kita dapat memakan ikan sebagai sumber protein dengan hanya memancing di sungai dekat rumah kita.

Salam Lestari.
23 Feb 2014 | By: Unknown

Sejarah Backpacker

Foto : Jember Backpacker
Saya adalah salah satu orang yang bergabung dalam wadah komunitas Backpacker Jember, sudah satu tahun aku menjadi anggota dan baru beberapa bulan terakhir menjadi admin dalam grub Facebook.

Berawal dari hobi jalan-jalan aku mulai mengenal istilah Backpacker, namun aku belum paham tentang istilah itu. Perlahan tapi pasti saya mencoba memahami istilah itu dari jalan bareng dan saling bertegur sapa saat berselancar di dunia maya. Dunia maya menghubungkan saya dengan anggota komunitas backpacker lain hingga beberapa orang sempat ketemu nyata, baik menjadi tamu atau menjadi tuan rumah.

Malam kemarin saat saya bersama Dav dan Yudha.

Saya bersama kedua sahabat saya ngopi di sekitaran Wuluhan (masihdalam kota kecil Jember), obrolan kami mulai membahas tentang pengalaman, perempuan, sampai jalan-jalan. Yudha mulai membahas tentang backpacker yang menurut dia, backpacker itu adalah aktifitas jalan-jalan yang tujuannya ke gunung.

Waduh...... Sepertinya ada yang keliru.
Foto : Yudha

Arif Angga Yudha biasa di panggil yudha, dia masih menempuh pendidikan di bangku SMA kelas 2, suka memotret sama sepertiku, Yudha juga mempunyai keingintahuan tinggi dan suka jalan-jalan. Selama kami berjalan-jalan memang banyak di Gunung dan pantai. 

Tidak ada salahnya jika Yudha berfikiran seperti itu, sebab dalam pengalamanku di grub facebook rata-rata yang menjadi trend itu kegiatan mendaki gunung. 

Jika saya persentasekan bahasan yang berkembang di dalam grub Backpacker Indonesia. 40% untuk Gunung, 25% Pantai, 10% Kuliner, 5% Sosbud, 15% Sampah, 5% lain-lain. Saya teringat ketika saya pernah membaca beberapa artikel dan salah satu artikel itu menceritakan tentang awal mula backpacker.

Begini Yud awal mula Backpacker itu ada.

Berawal dari Giovanni Francesco Gemelli Careri (1651-1725)  dia adalah seorang kewarga negaraan Italia. Dia termasuk orang Eropa pertama untuk tur dunia menggunakan transportasi publik. Giovan yang bekerja di sebuah pengadilan merasa tidak puas dengan hidupnya dan dipicu oleh rasa ingin tahu yang besar. Giovan berhasrat menjelajahi dunia dalam rangka menemukan hal-hal baru. Giovanni Francesco Gemelli Careri memulai perjalanan dunia di tahun 1693, dengan kunjungan ke Mesir, Konstantinopel, dan Tanah Suci. Pada saat itu, rute ini Timur Tengah sudah menjadi bahan standar dari ekskursi apapun menjadi tanah asing, kenaikan yang nyaris tidak layak menulis tentang rumah. Namun, dari sana 'wisata' Italia akan mengambil jalan yang jarang dilalui.  

Setelah itu menyeberangi Armenia dan Persia, ia mengunjungi India Selatan dan masuk Cina, dimana para misionaris Yesuit diasumsikan bahwa seperti pengunjung Italia biasa bisa menjadi mata-mata bekerja untuk Paus (vatican). Ini kesalahpahaman kebetulan untuk Gemelli. Dia kemudian harus mengunjungi kaisar di Beijing, menghadiri perayaan Festival Lentera dan tur Tembok Besar. dan masih banyak lagi. Selama bertahun-tahun para sarjana dan ahli tidak menganggap perjalanan petualang Gemelli Careri yang otentik. Dengan waktu, bagaimanapun, kebenarannya terbukti, dan itu juga dipastikan bahwa dia mengumpulkan dokumen sejarah penting untuk mengetahui realitas yang eksotis secara lebih rinci dalam perjalanannya.

wikipedia.org
Kita loncat di era 1960-1970.

Pada akhir dasawarsa tahun 1960-an, Di Amerika Barat khususnya di kota San Francisco di negara bagian California, terjadi protes besar-besaran anak-anak muda melawan semua bentuk yang terorganisir (termasuk perjalanan wisata yang ditawarkan oleh hotel) dan mengharapkan terjadinya perubahan sosial dan politik. Gerakan protes ini membuahkan generasi Hippies.Gerakan yang dipelopori generasi muda itu meluas keluar lingkungan mereka, dan mereka menyampaikan protest sosial secara masal, mencakup antara lain gerakan untuk pembaharuan politik termasuk sebagai gerakan anti-perang Vietnam yang saat itu lagi ramai, hak-hak azasi manusia, gerakan mahasiswa, gerakan perempuan, gerakan hak kaum homoseksual, dan gerakan pelestarian lingkungan hidup.

Kaum hippie juga mempunya sebutan ‘Flower Power’ dan ‘Flower Generation’ karena dalam demo-demo yang mereka lakukan mereka biasa membawa bunga warna-warni sebagai lambang cinta dan damai.

Pada tahun 1970-an gerakan Hippies sebagai kelompok protes memudar, namun pengaruhnya sebagai budaya kontra meluas ke dalam banyak bidang dan menimbulkan gelombang revolusi di kalangan generasi muda Amerika maupun Eropah, dan juga mempengaruhi timbulnya gerakan lingkungan hidup dan demokrasi secara umum di Amerika Serikat. Era tahun 1970-an di USA ditandai kebangkitan ‘Rock Superstars’. Pada tahun 1980-an generasi Hiipies digantikan generasi baru yang kembali ingin mencari dunia mereka.

Generasi baru ini yang di sebut Backpacker.

Jika dilihat dari sejarah, Backpacker cenderung berjalan-jalan ke kota, memiliki misi cinta damai, cinta lingkungan, dan Sosial.

Cinta lingkungan bukan berarti kita harus mendaki gunung Yud, dan bukan berarti semua yang belum banyak orang tahu atau tempat baru harus kita explor. Begitu juga tentang mereka yang ikut agen perjalanan dengan harga murah.

Seorang backpacker lebih ke pendekatan pada penduduk sekitar, mengenal budaya atau adat dan memahami porsi-porsi seorang yang datang ke tempat yang baru dan kita di anggap asing. Begitu juga tentang lingkungan atau alam, seorang backpacker juga harus paham tempat dan porsinya, seperti tempat wisata, cagar alam, taman nasional, agar cinta terhadap lingkungan tetap tertanam. jadi tidak semua tempat itu adalah tempat wisata yang baik untuk dibuka untuk umum.

Namun aku bukanlah seorang Backpacker sejati Yud. Terkadang aku masih ikut trip yang sudah bertuliskan beberapa destinasi untuk sekali jalan dengan harga yang tercantum. Aku juga masih belajar bersosial, memahami hidup lewat pengalaman-pengalaman orang yang aku temui dalam perjalanan. Aku terkadang naik gunung juga ketika aku ingin untuk sekedar memanjakan mata dengan hijau hutan, meski tak sehijau dulu (katanya).

Terkadang aku menemui orang yang bangga telah menggagagi puncak-puncak gunung dan bercerita panjang lebar seperti dalam dalam pertunjukan wayang. 

Aku juga sempat menemui orang yang diam namun begitu banyak perjalanan yang sudah dia lakukan, membagi ilmu dan pengalaman.

Hingga hari ini aku masih belajar Yud, sama sepertimu.

Hal yang terpenting adalah bagaimana kita belajar menjadi lebih baik tanpa kita melihat dari mana dan apa bendera kita. Keterbukaan akan membuat kita menjadi lebih banyak tahu dan pengalaman orang lain sebagai panduan dan ingat, kita juga harus berbagi sesuai pengetahuan dan porsi kita.

JADI :
Explore duniamu untuk Tahu dan Menjadi Lebih Baik.
Jadilah wisatawan yang paham akan porsi.

14 Feb 2014 | By: Unknown

Dadi Wiryawan

Foto : Vj Lie
Namanya Dadi Wiryawan namun biasa di panggil Pakde oleh sahabat termasuk saya.  Saya mengenal Pakde baru beberapa bulan, berawal dari pertemanan lewat sosial media Face Book (FB) saya mulai mengerti Pakde dan cerita-certia dari teman teman sesama backpacker.

Pakde Dadi lahir di Yogyakarta 11 November 1957 dari pasangan Bpk.Soekarno dan Ibu.Sumijah. Pakde adalah anak pertama dari empat bersaudara, dua laki-laki dan dua perempuan. Adik Pakde bernama Saparti Septi Asih, Purwanti Warni  Asih, dan Budi Wiyono. Lahir dan besar di lingkuan  keluarga seniman tidak membuat pakde kemudian terjun dalam dunia seni. Pakde lebih memilih bersingguan dengan alam raya, fotografi, dan sejarah.

Saat ini Pakde berkunjung ke kota kecil Jember, Jawa Timur. Kunjungan pakde ke kota kecil ini sudah yang ke enam kalinya, Pakde  pada saya menceritakan tentang banyak hal begitu juga tentang pertama kalinya pakde tertarik untuk mencintai alam ini.

"Saya itu suka dengan alam saat duduk di bangku SMP Negeri 1 Wonosari, Gunung Kidul, DIY karena waktu itu saya ikut Pramuka, dan ikut menjadi anggota Jambore Penggalang yang pertama kali di Indonesia, waktu itu ada di Cibubur, Jakarta"

Keren...

"SMA saya tahun 1974, saya menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Wonosari, Gunung Kidul, DIY. Sempat kuliah di UGM empat semester tapi berakhir dengan Drop Out (DO)."

Aku tertawa ketika pakde mengatakan DO lantaran hobi suka jalan-jalannya.

Pakde memutuskan untuk bekerja setelah DO dengan memulai karier di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Katamso, Yogyakarta dengan jabatan awal Teller Tabanas pada tahun 1981. Pakde saat masih bekerja mulai kembali kuliah, kali ini Pakde mengambil jurusan hukum. Siti Hardono Anis Setianingsih adalah wanita yang dapat memikat hati pakde, perkenalan berawal ketika pakde kuliah di UGM yang memutuskan untuk menikah di tanggal 31 Maret 1983. Pernikahan Pakde di karuniai dua anak laki-laki bernama Muhammad Juhrisal Stiawan dan anak kedua Yuriski Khusnul Yakin.

Anak pertama Pakde (wawan) sudah menikah dengan seorang gadis keturunan batak bernama Novi Lena Sari Siagian, dan sudah dikaruniai dua anak bernama Alviano Stiawan dan Abi Al Bukhori. Anak kedua Pakde saat ini sedang menempuh kuliah di Sospol Komunikasi UPN semester akhir.

Kemudian saya bertanya tentang Bude atau istri dari Pakde Dadi.

"Istri saya meningal usia 52 tahun di tanggal 15 Januari 2011 karena sakit kangker payudara, ini membuat saya mudah mengingatnya karena saya sebut Malari (mala petaka 15 Januari)."

Pembicaraan saya alihkan pada obrolan ringan untuk menbuat suasana lebih cair.

Pakde pensiun di usia 56 tahun dengan jabatan kahir sebagai Supervisor, pakde menikati pensiunnya dengan berjalan-jalan. Mengunjungi kota-kota yang ada di Indonesia untuk menyalurkan hobinya lebih dari itu adalah menjalin persaudaraan lewat hobinya. Kota yang membuat pakde kagum adalah Ternate dan Surabaya, sebab kedua kota ini memikat Pakde dari sisi sejarah, kerena Pakde juga termasuk orang yang suka dengan sejarah.

Diakhir obrolan saya dengan pakde, aku bertanya pada Pakde.
Apa yang mau ditunjukan oleh seorang Dadi Wiryawan dengan hobi jalan-jalannya?

"Bahwa hidup selaras dengan alam itu baik, ini saya tularkan pada anak-anak saya. Kebahagian tersendiri dari saya saat ini, ketika anak saya mulai mau saya ajak jalan-jalan, karena lewat jalan-jalan cara yang mudah membuat dia mulai mencintai alam." ucap pakde padaku di akhir obrolan kami.

Pakde Dadi memberiku banyak pelajaran hidup, diusianya yang mulai berjalan 57 tahun pakde masih melakukan aktifitas jalan-jalan ke hutan dan sesekali Pakde naik gunung.

Salut sama Pakde Dadi.

13 Feb 2014 | By: Unknown

Pilihan yang Sulit

vjlie (Mohamat Solihin)

Sudah genap satu tahun aku tidak punya pendapatan tetap, setelah proses pemutusan hubungan kerja (PHK) kemarin. Keinginanku memang ingin istirahat sebentar, sembari aku mengenal kehidupan lain yang belum pernah aku dalami. Sewaktu aku masih sekolah, aku memiliki kehidupan yang tak begitu berwarna. Aku bersekolah di SMK Negeri 2 Jember, semua temanku dalam kelas sama sepertiku. laki-laki.

Sehari-hari aku kesekolah hanya ketemu wajah-wajah yang tak punya paras ayu, karena aku berada dalam kurungan yang bernama STM.

Selepas sekolah aku mengikuti tes kerja di Surabaya. Satubulan setelah itu aku kerja di kota Karawang, kota dengan balutan industri. Semua orang sibuk dengan dunia kerja, macet, bunyi klakson, pak ogah, dan lain-lain.

Keseharianku seperti burung dalam sangkar.

Pagi-pagi sekali aku berangkat kerja untuk menghindari macet, namun semua orang berfikiran sama sepertiku dan akhirnya macet. Selepas kerja badan terasa capek dan harus istirahat untuk menjaga kesehatan. Kehidupan yang monotone terjadi dalam hidupku ketika itu, bagaimana tidak keseharianku seperti robot yang bernafas, lingkup bergaulku semakin dibatasi ketika aku bekerja dengan sistem kerja shiff. Seiring itu aku mulai mempelajari kehidupan di sekelilingku, mempelajari bagaimana kehidupan di kota industri, dalam otak kecilku mulai bertanya-tanya.

Kenapa perusahaan enggan menerima karyawan dari penduduk lokal?
Kenapa harus pak ogah yang mengatur lalulintas dengan upah uang receh?
Kenapa banyak pergaulan bebas?
Kenapa kota dengan omset besar tapi jalan rusak?
Kenapa banyak LSM?
Kenapa?
Kenapa?
Kenapa?
Pertanyaan-pertanyan itu terus ada dalam benakku ketika aku pulang kerja dan melihat anak-anak muda seusiaku lebih asik membawa bekas ember cat dan menyodorkan kepengendara dibanding dia bekerja sepertiku.

Ach..Ternyata aku keliru.

Ketika kontrakan aku berada di bantaran Kali Malang, satu pertanyaan aku mulai terjawab oleh pemuda sebayaku, sayang aku lupa nama dia. "Gue bukanya kagak mau kerja, tapi pabrik kebanyak milih orang luar kota, karena mereka menganggap kita-kita ini malas." kata sahabatku yang baru 2 bulan aku kenal.

Kok jadi melebar gini.

Terus terang aku merasakan bosan, pergaulanku sempit dan aku tak bisa melihat dunia luar yang katanya luas dan berwarna itu. Tahun demi tahun berjalan aku mulai melihat dunia luar ketika aku dalam proses skorsing. Bagai burung lepas dalam sangkar, aku masih bingung mau kemana hendak pergi ketika aku mengepakkan sayapku. Sempat aku tinggal di Bandung, dan kemudian kembali ke kota tempat tinggalku sebenarnya (Jember) dan belajar banyak hal.

Aku salah satu produk SMK, dalam otakku tertanam bagaimana ketika aku lulus bisa bekerja. Benar jika bekerja dalam lingkup mandiri, kurang benar jika bekerja hanya sebagai robot perusahaan.

Kali ini aku aku tak ingin mengulangi hal yang pernah aku lakukan dulu, bekerja di sebuah pabrik dan sisa hidupku habis dengan cara monotone. Namun aku butuh penghasilan, dan satu minggu ini aku stres akan hal ini. Sudah saatnya aku memulai kehidupanku dan mencari sumber penghasilan, namun tak seperti dulu. Menjadi seorang penulis aku tak pandai menulis, wawasanku hanya sedalan mata kaki, menjadi seorang fotografer juga tak begitu lengkap peralatanku begitu juga pengalaman, memulai sebuah usaha tapi aku tak punya modal yang bernama uang.

Lalu aku harus bagaimana?

Waktu terus berputar dan kebutuhanku terus bergulir seiring berputarnya waktu. Sesekali aku melihat lowongan kerja tapi bayang masa lalu membuatku berfikir ulang untuk menuliskan lamaran.

Apa ini proses sebuah pendewasaan? Aku bingung, aku butuh sebuah masukan untuk aku bisa berpegang, butuh rangkulan untuk aku bersemangat. Namun aku harus kuat, tak ada ujian yang tak bisa dilewati, bukankah semakin berat ujian itu semakin Tuhan sayang padaku, semakin bisa mendekatkanku pada NYA.

Hem....tapi aku stres dengan semua ini, kepala ini rasanya berat. Sebuah pilihan yang sulit buatku, namun aku harus memilih meski nantinya aku harus melawan ke egoisan aku dan kembali bekerja seperti dulu.